Kurban sebelum aqiqah masih menjadi problem di tengah masyarakat, kebanyakan mereka bertanya tentang hukumnya. Sebelum mengupas jauh, marilah kembali dulu pada perbedaan mendasar kurban dan aqiqah.
Pengertian kurban yaitu menyembelih hewan dengan tujuan beribadah
kepada Allah pada Hari Raya Haji atau Idul Adha yang bertepatan pada tanggal 10
Dzulhijjah dan tiga hari tasyriq setelahnya 11, 12 dan 13 Dzulhijjah.
Sedangkan aqiqah memiliki makna memotong atau menyembelih hewan
dalam rangka tasyakuran kepada Allah SWT karena kelahiran anak baik laki-laki
maupun perempuan disertai dengan pemotongan rambut bayi. Waktu pelaksanaannya
adalah hari ketujuh atau angka kelipatannya, keempat belas, kedua puluh satu
dan seterusnya.
Dari pengertian ini, jelas sekali
bahwa kurban adalah ibadah sunnah muakkad yang berbeda tujuannya. Lantas muncul
beberapa pertanyaan. Pertama, jika ada bayi yang lahir sebelum Hari Raya Kurban
lantas mana yang didahulukan, aqiqah atau kurban atau bahkan digabung? Kedua,
bolehkan berkurban sementara dulu waktu kecil, kita belum diaqiqahkan orang
tua?
Diantara keresahan masyarakat
terkait kurban sebelum aqiqah ini, banyaknya komentar bahwa status kurbannya
tidak sah jika belum beraqiqah. Berikut
ulasan lengkapnya.
Kurban dan Aqiqah Tidak Ada Kaitan Apapun
Secara definisi, kurban dan
aqiqah sangatlah berbeda. Begitu juga dengan status dua ibadah ini, mereka
tidaklah memiliki hubungan sebab akibat. Dalam artian, aqiqah bukan syarat
sahnya ibadah kurban, begitu pula sebaliknya.
Tidak seperti hubungan shalat dan
wudhu. Keduanya berkaitan dan tak bisa dipisahkan. Karena wudhu menjadi syarat
sahnya shalat, tanpa wudhu shalat tidak sah.
Melihat Momentum yang Tepat
“Setelah memahami bahwa aqiqah
bukanlah syarat sahnya ibadah kurban, problem berikutnya jika ada anak yang
lahir menjelang hari Raya Idul Adha, maka mana yang didahulukan kurban atau
aqiqah?”
Jawaban seperti ini tentu
kasuistik yang tidak bisa disama ratakan, karena setiap orang memiliki
perbedaan ekonomi dan situasi.
Menurut Habib Novel Alaydrus,
Pengasuh Pondok Pesantren dan Majlis Ar-Raudlah Solo jika kasusnya demikian,
kita perlu mengetahui bahwa aqiqah waktunya luas. Bisa beberapa hari setelah
kurban, bisa beberapa bulan juga setelahnya bahkan sampai anak tersebut tumbuh
dewasa. Sedangkan kurban hanya setahun sekali. Jika kasusnya demikian, sebagian
ulama mengatakan hendaknya dia berkurban terlebih dahulu.
Kurban Lebih Utama Dibandingkan Aqiqah
Imam Abu Hanifah berpendapat
bahwa kurban justru wajib dilakukan sekali dalam setahun bagi orang yang
tinggal di kotan dan mampu. Sementara Imam Syafii berpendapat bahwa kurban
hukumnya sunnah muakkad. Meski hukumnya sunnah muakkad, makruh hukumnya jika
orang yang mampu tidak berkurban. Dalam hadis riwayat Imam Ahmad dan Abu Daud
dari Abu Hurairah, Nabi Saw bersabda:
من وجد سعة فلم يضح فلا يقربن مصلانا
Artinya;
“Barangsiapa mendapatkan
kelapangan rezeki tapi tidak berkurban, maka jangan mendekati tempat shalat
kami.”
Dlam kitab Al- Fiqhul Islami wa
Adilatuhu menyebutkan bahwa jumhur Ulama sepakat bahwa hukum aqiqah adalah
sunah dan tidak wajib. Bahkan ada yang hanya mengatakan berkurban mampu
menghapus perintah aqiqah. Imam Ahmad menyebutkan pendapat ini,
وأخبرنا عصمة بن عصام حدثنا حنبل أن
أبا عبد الله قال : أرجو أن تجزىء الأضحية عن العقيقة إن شاء الله تعالى لمن لم يعق
Artinya;
“Kami mendapatkan berita dari
Ishmah binn Isham, dari Hambal (keponakan Imam Ahmad), bahwa Imam Ahmad pernah
mengatakan, “Saya berharap, semoga kurban bisa mewaikili aqiqah, insyaAllah,
bagi orang yang belum diaqiqahkan.”
Objek Perintah Kurban dan Aqiqah yang Berbeda
Memahami problem yang
membingungkan di masyarakat tentang kurban sebeleum aqiqah, harus mengetahui
bahwa perintah kurban itu ditujukan kepada setiap orang yang sudah mukallaf dan
memiliki kemampuan untuk berkurban. Sementara aqiqah diperuntukkan kepada ayah
dari anak yang dilahirkan. Sehingga jika ayah tersebut tidak mampu melakukan
aqiqah untuk anak tersebut, ketika dewasa anak tidak dituntut untuk melakukan
aqiqah sendiri. Hanya saja jika anak tersebut mampu diperbolehkan untuk
mengaqiqahi dirinya sendiri.
Al- Khallal meriwayatkan dari
Ismail bin Said as- Syalinji dalam kitab
Tuhfatul Maudud
سألت أحمد عن الرجل يخبره والده أنه
لم يعق عنه ، هل يعق عن نفسه ؟ قال : ذلك على الأب
Artinya;
“Saya bertanya kepada Imam Ahmad
tentang seseorang yang diberi- tahu
orang tuanya, bahwa dirinya belum diaqiqahi. Bolehkah orang ini
mengaqiqahi dirinya sendiri? Kata Ahmad, “Itu tanggung jawab ayahnya.”
Namun jika menginginkan
kedua-duanya (kurban dan aqiqah bersamaan), berikut ulasannya.
Pendapat Ulama tentang
Penggabungan Kurban dan Aqiqah
“Kita ulangi lagi latar
belakangnya, sama seperti kasus kurban sebelum aqiqah tadi, namun jika timbul
keinginan untuk melakukan kurban dan aqiqah bersamaan (digabung) bagaimana
hukumnya?”
Ulama memiliki berbagai pendapat
terkait hal ini. Ada yang mengatakan
jika kurban bertepatan dengan waktu aqiqah, cukup melakukan satu jenis
sembelihan saja, yaitu aqiqah. Pendapat ini diamini oleh mazhab Imam Ahmad bin
Hanbal (Mazhab Hanbali), Abu Hanifah (Mazhab Hanafi), dan beberapa ulama
seperti Al-Hasan Al-Basri, Ibnu Sirin dan Qatadah.
Al-Hasan Al-Basri menyebutkan
bahwa jika ada seorang anak yang ingin disyukuri dengan kurban, maka kurban
tersebut bisa jadi satu dengan aqiqah.” Lalu, Hisyam dan Ibnu Sirin mengatakan
bahawa “Tetap dianggap sah jika kurba digabungkan dengan aqiqah,” keterangan
ini sesuai dengan kitab Mushonnaf Ibnu Abi Syaibah.
Ulama-ulama tadi menyebutkan
memang beberapa ibadah bisa mencukupi ibadah yang lain seperti dalam contoh
kurban bisa mencukupi aqiqah maupun sebaliknya. Sama halnya dengan orang
melunasi dam ketika menunaikan haji tamattu’. Dam yang berupa sembelihan itu
bisa juga diniatkan untuk kurban, maka orang tersebut mendapatkan pahala
menyembelih dam dan kurban. Lantas bagaimana dengan pendapat ulama mazhab Imam
Syafi’i?
Ternyata pendapat ulama Syafiiyah
juga berbeda pendapat. Menurut Imam Ibnu Hajar Al Haitami, orang yang menyembelih
satu hewan digabung, hanya mendapatkan pahala salah satunya saja. Sedangkan
menurut Imam Romli bisa mendapatkan kedua-duanya.
Kurban Sekaligus Aqiqah
Diperbolehkan, Namun..
Penjelasannya, jika bertepatan
antara tanggal 10 sampai 13 Dzulhijjah ada orang yang berkurban sekaligus
beraqiqah dengan hewan yang sama berupa satu kambing (untuk wanita) atau dua
kambing (untuk laki-laki) menurut Imam Romli, tetap bisa mendapatkan pahala
kurban dan aqiqah. Namun harus dilandasi niat, jika tidak diniatkan, percuma
tidak akan mendapatkan pahala ganda, kurban dan aqiqah.
Kesimpulan dari beberapa pendapat
tentang penggabungan kurban dan aqiqah yaitu, jika ingin berkurban digabung
dengan aqiqah, dari kelompok Syafiiyah, maka mengikuti pendapat Imam Romli yang
mana satu hewan dapat diniatkan untuk kurban dan aqiqah serta mendapatkan dua
pahala sekaligus.
Kembali pada kasus kurban sebelum
aqiqah, bahwa sesungguhnya kurban dan aqiqah tidaklah memiliki kaitan apapun.
Perbedaanya sangat banyak, yang sama hanyalah sama-sama menyembelih hewan
ternak. Uraian diatas merupakan kumpulan dari pendapat para ulama, semoga kita
bisa mengambil manfaat dan hikmahnya dengan bijak.